Assalamu’alaikum wr.wb.,
Bismillahi arrohmaan arrohiim.
Alhamdulillah dipanjatkan pada Rabbul Izzati, dan dengan tidak lupa menyampaikan sholawat serta salam pada Rasul, Muhammada s.aw., saya diberi kesempatan untuk memberikan testimony pada momentum mengenang Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz, M.B.A., Akt. yang lebih akrab dipanggil Pak Mas’ud. Kesempatan ini merupakan hal yang sangat berharga bagi saya, karena inilah kesempatan untuk saya mengungkapkan kesaksian saya bahwa Pak Mas’ud adalah seorang dosenku, kolegaku, pembimbingku, dan juga kyai ku.
Pak Mas’ud Dosenku
Saya mengenal beliau sebagai seorang dosen Fakultas Ekonomi (sekarang Fakultas Ekonomika dan Bisnis) Universitas Gadjah Mada sejak tahun 1978 ketika waktu itu saya menjadi mahasiswa FE UGM. Saya kenal beliau sebagai dosen pada saat itu, dan tentu saja beliau belum kenal saya sebagai seorang mahasiswa, karena memang selama saya kuliah dalam kurun waktu tahun 1978-1983 tidak pernah dapat kelas atau dapat mata kuliah yang beliau ampu. Namun ketenaran beliau sebagai dosen yang baik, pintar, humoris sudah sangat dikenal. Hal itulah yang membuat saya, walaupun dalam kurun waktu tersebut tidak pernah kuliah beliau, dengan bangganya mengatakan kepada pihak luar FE UGM bahwa beliau adalah dosenku.
Skenario Allah swt memang Maha Hebat, kurang lebih 20 tahun kemudian, beliau memang betul-betul menjadi dosenku saat saya menempuh program S3 di FE UGM dengan sandwich di University of Kentucky. Di situlah saya betul-betul yakin bahwa Pak Mas’ud seorang dosen yang baik, pintar, dan humoris. “Baik” pada umumnya dimata mahasiswa diartikan kalau ngajarnya enak, nilainya tidak pelit. Itulah beliau.
Beliau pintar (cerdas) sudah tentu tidak diragukan. Tidak terlalu banyak orang bisa lulus program doktor di University of Kentucky di jaman beliau bisa selesai dalam waktu yang relatif singkat, dan hal ini tidak berarti hanya “cepat” nya beliau lulus menjadikan ukuran pintarnya beliau. Hal-hal lain tentang ke-“smart” atau “clever”-an beliau agak sulit diungkapkan dengan kata-kata. Semua muridnya sepanjang yang saya tahu mengatakan bahwa Pak Mas’ud memang pintar.
Dalam hal mengajar, tidak sedikit mungkin kita berjumpa dengan dosen yang pintar, tapi agak kaku, membuat kuliah kita mengantuk, tidak menarik, dan sebagainya. Untuk Pak Mas’ud hal itu tidak terjadi. Beliau mengajar dengan penuh percaya diri. Murid atau mahasiswanya terpesona dengan ilmu pengetahuannya, dan mengikuti kuliah beliau pasti deh tidak mengantuk karena beliau memang humoris. Joke-joke yang menyelingi perkuliahan membuat segarnya para mahasiswanya.
Pak Mas’ud Kolegaku
Allah memang Maha berkehendak. Setelah saya lulus dari FE-UGM tahun 1983, saya ditakdirkan menjadi staf dosen di fakultas ekonomi UGM tercinta. Otomatislah saya menjadi kolega beliau di fakultas. Karena memang Pak Mas’ud orangnya ramah dan supel dalam pergaulan maka saya sebagai yuniornya di fakultas dengan mudahnya menjadi akrab, dan tentu mudah minta bimbingan dan arahan bagaimana menjadi dosen yang baik, yaahh mau mengikuti jejak beliau-lah.
Diakui, Pak Mas’ud orangnya sibuk, kreatif, dan mandiri. Saat itu hampir semua dosen mengajar di samping di fakultas juga di luar fakultas yakni di PTS-PTS di seantero Jogjakarta. Tentu beliau termasuk juga yang mengajar “diluar” tersebut. Beliau tentu kreatif, karena melihat “pasar” sehingga banyak buku karya beliau bermunculan sebagai pencerminan kreatifitas beliau yang saya maksud. Selain itu, beliau juga “melihat” kalau para dosen hanya “mengajar” di tempat “orang lain,” bisa-bisa satu saat di PHK. Kemandirian beliau pun muncul, beliau mendirikan dengan beberapa kolega beliau sebuah Perguruan Tinggi yang saat itu bernama AMA (Akademi dan Marketing dan Akuntansi). AMA itulah cikal bakal STIE WW (Sekolah Tinggi Ekonomi Widya Wiwaha) yang masih eksis sampai saat ini. Disitulah pula saya merasa betul-betul menjadi kolega beliau karena saya pun diminta beliau untuk menjadi staf pengajar yang tentu dapat menambah kesejahteraan saya sekeluarga. Saya pun pernah diminta beliau berperan sebagai “Ketua Jurusan Akuntansi bayangan” untuk STIE WW. Saat itu pula yang saya akan selalu ingat karena beliau meminta dan mengajari saya menggunakan dasi, yang ini sungguh saya rasakan peran beliau sebagai kolega. Artinya, saat itu beliau sebagai kolega, mengajari saya banyak hal dalam menghadapi liku-liku kehidupan.
Pak Mas’ud Pembimbingku
Perjalanan hidup memang penuh misteri. Saya ditakdirkan menjadi mahasiswa S3 di Pascasarjana UGM dengan program sandwich di University of Kentucky. Pembimbing saya tak lain dan tak bukan adalah Pak Mas’ud. Hal ini mungkin takdir dari Allah yang mungkin kalau boleh dikatakan melalui perantaraan Prof Zaki Baridwan yang menugaskan beliau untuk menjadi promotor saya. Barangkali saja Prof Zaki meyakini bahwa Prof. Mas’ud-lah yang cocok jadi pembimbing saya.
Bisa dibayangkan bagaimana Pak Mas’ud membimbing saya. Sebagai kolega beliau telah membimbing banyak masalah dalam kehidupan. Sebagai promotor beliau tentu tahu betul bagaimana membimbing saya agar sukses studi S3–nya, karena beliau tahu betul tentang ABC-nya saya. Saat saya sedang full stress, beliau dapat menenangkan dengan nasehat-nasehat yang yaah diselingi humor-humor kehidupan. Dalam puncak kesibukan beliau sebagai wakil rektor bidang administrasi dan keuangan, selalu saja menyempatkan membimbing saya. Bahkan, saat saya sandwich di University of Kentucky, Pak Mas’ud yang saat itu bersama dengan Pak Rektor Prof. Ichlasul Amal, Prof Zaki Baridwan, dan Prof Marwan berkesempatan mengunjungi saya dan beberapa teman lain. Beliau juga memotivasi saya agar tidak patah semangat. Itulah Pak Mas’ud yang kalau saya tidak salah merupakan pembimbing atau promotor yang selalu bertekad untuk kesuksesan terbimbingnya sejak beliau pertama kali menjadi promotor, karena saya salah satu terbimbing pertama beliau di awal-awal menjadi promotor.
Pak Mas’ud “kyai”ku
Mohon maaf jika saya salah mengingat dan menuturkan kembali kata-kata beliau pada saya dan mungkin juga pada yang lain. “Pak Halim, kalau di Muhammadiyah, banyak yang jadi pimpinannya bergelar Professor. Di Nahdhatul Ulama (NU), perlu juga dong pimpinannya yang bergelar Professor, tidak hanya Kyai.” Itu beliau sampaikan ke saya saat beliau diajak oleh Kyai Hasyim Muzadi untuk ikut mengelola NU. Dari itu, maka jadilah Pak Mas’ud seorang dosen yang professor yang berfungsi juga sebagai “Kyai.”
Saya sebagai murid, yang sering beliau panggil adik, boleh juga meyakinkan bahwa Pak Mas’ud memang seorang “kyai.” Beliau tentu bisa jadi khotib. Tulisan beliau di kolom Ramadhan di Harian Kedaulatan Rakyat (KR) Jogjakarta, tidak kalah dengan “kyai” NU sesungguhnya. Saya sering tersenyum dan kagum tentunya kalau membaca tulisan tentang ilmu agama di KR.
Di atas segalanya tentang ke “kyai”-an beliau, perkenankan saya menyampaikan untuk kesekian kalinya tentang Skenario Allah, bahwa saya berangkat Haji satu rombongan dengan beliau pada tahun 1995. Di padang Arofah saya berdo’a bersama “kyai” saya tersebut. Kami menangis bersama karena mengakui kelemahan sebagai manusia, dan memohon ampunan dari ALLAH yang memiliki dan menguasai segalanya.
Pak Mas’ud, beliau sangat sibuk, apalagi dengan tambahan jabatan ketua PWNU Jogjakarta yang sering diajak keliling-keliling Indonesia dan Dunia, sehingga saya agak jarang berjumpa, kalaupun berjumpa bahkan yang terakhir, umumnya jumpa di Bandara Cengkareng, dan tak lupa beliau tanya tentang perkuliahan dan kesehatan. Allahu Akbar, beberapa tahun kemudian setelah satu rombongan Haji, tanpa saling mengetahui dan menginformasikan karena kesibukan masing-masing, saya berjumpa Pak Mas’ud di depan Ka’bah saat Umrah. Kembali kami berdo’a bersama. Kami minta yang terbaik dari Allah swt untuk jalani kehidupan. Tampaknya salah satu yang terbaik bagi beliau dari Allah swt adalah beliau dipanggil “segera” menghadap NYA dalam usia 55 tahun.
Selamat jalan dosenku, kolegaku, pembimbingku, dan juga “kyai” ku. Setahun sudah berlalu menghadap-NYA. Insya Allah amal jariyah, khususnya lagi ilmu yang bermanfaat dari Pak Mas’ud, menemani dengan setia di alam kubur dan di Jannah yang kekal dan abadi. Insya Allah. Amien.
Jogjakarta, Akhir Rabi’ul Awal 1430 H
Wassamu’alaikum wr.wb.
Prof. Dr. Abdul Halim, M.B.A., Ak.
(Dosen FEB UGM dan Direktur Keuangan Pasca)