Ketika tiba saat perpisahan
Janganlah ada duka
Sebab yang paling kau kasihi dalam dirinya
Mungkin akan nampak lebih cemerlang dari kejauhan
Seperti gunung yang nampak lebih agung
Dari padang dan daratan.
(Kahlil Gibran)

Jumat, 30 April 2010

Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz, M.B.A., Ak.: Pembimbing 24 Jam

Suatu kehormatan sangat besar bagi diri saya diminta oleh Panitia Seminar dan Bedah Buku: Apresiasi Untuk Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz, MBA, Ak. untuk memberikan testimoni tentang seorang tokoh (“guru”) besar yang sangat saya hormati, saya kagumi, dan sekaligus saya banggakan. Oleh karena tulisan ini merupakan testimoni pribadi, maka tidak dapat dihindari bahwa tulisan yang diungkapkan banyak diwarnai oleh pengalaman kedekatan diri saya pribadi dengan almarhum.

Saya pertama kali mengenal almarhum sejak saya menempuh matakuliah Perpajakan di Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (FE UGM). Pada umumnya, mahasiswa akan beranggapan bahwa mata kuliah Perpajakan adalah mata kuliah yang relatif sulit. Akan tetapi dengan pembawaan dan cara mengajar almarhum, maka matakuliah yang sulit menjadi terasa sangat mudah dan menyenangkan. Semua mahasiswa yang pernah diajar oleh almarhum pasti akan memiliki pendapat dan kesan yang hampir sama, yaitu bahwa almarhum adalah sosok seorang guru yang sangat humoris, sangat menyenangkan dan sangat dekat dengan mahasiswa.

Setelah menyelesaikan studi di FE UGM, pertemuan saya selanjutnya dengan almarhum hampir tidak terhitung jumlahnya karena pada saat yang bersamaan almarhum adalah kolega saya sebagai sesama dosen di STIE YKPN Yogyakarta. Almarhum cukup lama tercatat sebagai dosen tidak tetap di STIE YKPN, sedangkan saya sejak lulus dari FE UGM sampai saat ini masih tercatat sebagai dosen tetap STIE YKPN. Pertemuan saya dengan almarhum di STIE YKPN tidak hanya sebatas dalam pelaksanaan tugas mengajar, tetapi juga dalam pelaksanaan tugas sebagai sesama dosen penguji skripsi (pendadaran). Dalam berbagai kesempatan pertemuan dengan almarhum tersebut, saya banyak sekali belajar tidak hanya terbatas dalam hal pelaksanaan tugas profesional sebagai pengajar dan penguji, tetapi juga dalam berbagai bidang kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila di kelak kemudian hari almarhum akhirnya menjadi seorang guru besar (profesor) dan sekaligus tokoh masyarakat, antara lain yaitu sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama/DPW NU DIY.

Setelah cukup lama tidak bertemu dengan almarhum berhubung almarhum harus menempuh studi program doktor di Amerika Serikat selama kurang lebih empat tahun, akhirnya kami dipertemukan kembali ketika almarhum kembali bertugas sebagai pengajar di STIE YKPN. Pertemuan saya dengan almarhum menjadi semakin sering ketika kami bersama-sama mendapat amanat untuk menjadi pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Wilayah Yogyakarta. Pada waktu itu almarhum ditugasi sebagai Ketua IAI Wilayah Yogyakarta dan saya ditugasi sebagai Sekretaris IAI Wilayah Yogyakarta. Dalam berbagai kesempatan kami sering bertemu untuk membahas tentang kemajuan profesi akuntan di Wilayah Yogyakarta. Pada waktu bertugas sebagai Ketua IAI Wilayah Yogyakarta, kesibukan almarhum di berbagai tempat lainnya juga sangat luar biasa padat. Hal tersebut sangat dapat dimaklumi mengingat sikap dan cara pembawaan almarhum yang sangat menyenangkan dan sangat humoris, sehingga tidak mengherankan apabila almarhum dapat diterima dengan mudah oleh berbagai kalangan. Oleh karena tingkat kesibukan almarhun yang sangat padat tersebut, maka saya sering diminta untuk mewakili almarhum dalam berbagai tugas IAI Wilayah Yogyakarta.

Setelah kami bersama-sama menyelesaikan tugas sebagai pengurus IAI Wilayah Yogyakarta, pertemuan kami selanjutnya terjadi ketika saya menempuh kuliah di Program Doktor UGM. Pada saat itu saya sempat menempuh matakuliah Market Based Research in Accounting yang diasuh almarhum. Hubungan kedekatan kami yang telah terbina dalam kurun waktu yang cukup lama sebelumnya menjadikan suasana perkuliahan terasa sangat menyenangkan sehingga memudahkan bagi kami untuk dapat saling berkomunikasi dan berdiskusi tentang materi kuliah yang diasuh oleh almarhum. Pada waktu itu banyak teman kuliah yang juga ikut merasa senang melihat hubungan kedekatan saya dengan almarhum karena setidaknya dapat membantu mencairkan suasana perkuliahan yang kadang-kadang terasa cukup menegangkan mengingat materi perkuliahan yang diasuh almarhum dirasakan cukup sulit oleh sebagian besar mahasiswa.

Ketika menempuh kuliah, ada satu peristiwa yang sangat mengesankan bagi saya tentang diri almarhum. Ketika sedang bermain tenis di sela-sela kesibukan saya menempuh kuliah, saya pernah ditelpon oleh almarhum yang menanyakan mengapa saya tidak ikut kuliah yang pada saat itu sedang diasuh almarhum dan saya menyampaikan bahwa saya tidak ikut kuliah karena saya telah menempuh dan telah lulus matakuliah tersebut pada semester sebelumnya. Rupanya almarhum lupa bahwa saya telah lulus matakuliah tersebut dan almarhum akhirnya menyampaikan bahwa almarhum merasa “kangen” karena sudah cukup lama tidak bertemu dengan saya. Bagi saya itulah wujud rasa sayang dan perhatian seorang guru kepada muridnya.

Pengalaman tersebut bagi saya pasti akan selalu melekat dalam ingatan saya dan tidak akan pernah saya lupakan dalam sepanjang perjalanan hidup saya.

Pertemuan saya dengan almarhum semakin sering terjadi ketika saya menempuh disertasi karena almarhum adalah promotor pembimbing disertasi saya. Penentuan almarhum sebagai promotor, saya rasakan sebagai suatu anugerah, kehormatan dan sekaligus kebanggaan karena justru almarhum yang menawarkan kepada saya untuk menjadi promotor pembimbing disertasi saya. Hal ini tentu menjadi pendorong dan pemotivasi tersendiri bagi saya untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut karena dapat dibimbing oleh seorang guru yang sangat saya hormati, tetapi memiliki jiwa besar dan sikap rendah hati karena bersedia untuk menawarkan dirinya menjadi pembimbing bagi muridnya. Saya memiliki pengalaman yang sangat luar biasa ketika menjalani proses pembimbingan disertasi tersebut, yaitu ketika almarhum menjawab sms saya yang berisi permintaan kesediaan waktu almarhum untuk dapat membimbing saya. Ketika itu jawaban sms yang saya terima dari almarhum kurang lebih berisi kalimat sebagai berikut: ”Untuk Pak Dody, waktu saya tersedia 24 jam sehari dan 7 hari seminggu. Jadi silakan hubungi saya kapan saja”. Selama proses pembimbingan, almarhum sering berkirim sms kepada saya untuk menanyakan sampai sejauh mana disertasi telah disusun dan kapan akan segera diselesaikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila saya dapat menyelesaikan tugas disertasi saya dalam waktu yang relatif singkat. Hal tersebut dapat terjadi pasti antara lain karena atas bantuan dan jasa almarhum yang tidak pernah berhenti mendorong, mendukung dan selalu memotivasi saya untuk segera menyelesaikan tugas disertasi. 

Akhirnya saya berharap semoga testimoni ini dapat sedikit memberi gambaran tentang sosok almarhum yang terlalu besar untuk hanya digambarkan dalam testimoni yang sangat singkat ini. Selanjutnya saya juga berharap semoga pengalaman saya mengenal almarhum dalam kurun waktu yang cukup lama tersebut dapat memberi contoh keteladanan, semangat, motivasi dan inspirasi bagi siapapun yang ingin menjadi sosok seorang guru seperti almarhum yang tidak hanya besar dalam gelar dan jabatan akademiknya, tetapi sekaligus juga besar dalam semangat pengabdiannya baik dalam bidang pendidikan, bidang sosial maupun kemasyarakatan. Selamat jalan guruku, bapakku, dan sekaligus sahabatku. Semoga Tuhan memberi tempat yang sangat mulia di sisi-Nya. Amin.

Salam hormat, 

Dr. Dody Hapsoro, M.S.P.A., MBA., Ak.

(Ketua STIE YKPN Yogyakarta, Terbimbing Almarhum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar