Ketika tiba saat perpisahan
Janganlah ada duka
Sebab yang paling kau kasihi dalam dirinya
Mungkin akan nampak lebih cemerlang dari kejauhan
Seperti gunung yang nampak lebih agung
Dari padang dan daratan.
(Kahlil Gibran)

Jumat, 30 April 2010

Apresiasi Untuk Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz

Jauh sebelum saya dilantik sebagai Rektor, saya sudah kenal nama Prof. Dr. Mas’ud Machfoedz walaupun saya belum pernah bertatap muka. Prof Zaki Baridwan, sebagai pembantu Rektor II yang meneruskan jabatannya dari Rektor sebelumnya Prof Dr. Soekanto, menyodorkan
nama Prof. Machfudz sebagai penggantinya berhubung Prof. Zaki akan menempati posisinya yang baru di BPK. Pak Zaki bertanya pada saya “apakah saya bisa bekerjasama dengan Prof Mas’ud sebagai pembantu Rektor II”. Saya langsung saja menjawab “bisa”.

Dalam menggerakkan roda reformasi di Universitas, pak Machfoedz selalu berdampingan dengan saya. Di rekaman foto reformasi yang terjadi lapangan depan gedung Sabha Pramana yang memakai ikatan pita di kepala bertuliskan “reformasi damai” adalah pak Machfoedz dan saya.

Situasi krisis ekonomi dan politik menyelimuti periode kerektoran kami. Sekitar 5000 mahasiswa dari sekitar 45000 jumlah mahasiswa UGM terpaksa men-DO-diri sebagai akibat dari dampak krisis yang menimpa orangtua mereka. Sementara saya berkampanye di sejumlah media tentang nasib yang menimpa sebagian mahasiswa, pak Machfoedz berkeliling mencari tambahan dana untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satu bantuan yang utama berasal dari Lembaga Indonesia Australia yang memberi bantuan SPP untuk seribu mahasiswa tahun itu. Berkat negosiasi dan diplomasi pak Machfudz untuk tahun berikutnya UGM mendapat tambahan untuk 1000 mahasiswa lagi. Ditambah dengan sumbangan dana yang berasal dari sejumlah perusahaan di dalam dan luar negeri serta bantuan beasiswa Supersemar, universitas dapat mengatasi sebagian persoalan mahasiswa yang DO sebagai akibat krisis.

Memang cara pak Machfoedz memenej keuangan dalam kondisi dana pemerintah untuk biaya operasional universitas yang sangat cekak, kelihaian pak Machfoedz luar biasa. Selama masa kerektoran kami, sejumlah infrastruktur yang mendesak untuk pendidikan bisa diselesaikan dengan baik, seperti merenovasi sebagian gedung Fakultas Hukum, memperbaiki peralatan lab. Fak. MIPA dan Fak.Tehnik, merenovasi gedung Gelanggang Mahasiswa, membangun Medical Center mahasiswa, memperluas kantor Koperasi Mahasiswa, memvitalisasi Radio Gadjah Mada dan banyak lagi yang berkaitan dengan usaha meningkatkan iklim akademik mahasiswa.

Beberapa kali Pak Machfoedz dan saya menghadiri acara kerjasama dengan universitas di luar negeri. Satu ketika kami bertiga pak Machfoedz, pak Zaki dan saya menandatangani kerjasama exchange students antara UGM dan University of Kentucky. Setelah perjalanan yang sangat melelahkan berpuluh jam di pesawat, dalam keadaan udara bersalju, kami langsung sewa mobil menuju tujuan. Tentu saja yang nyopir adalah pak Zaki dan pak Machfoedz secara bergantian, dan saya tidur nyenyak di kursi belakang karena semalaman tidak bisa tidur di pesawat. Begitu nyenyaknya saya tidur berjam-jam di mobil sehingga meresahkan yang di depan dan menanyakan tentang kesehatan saya. Ini menyangkut tanggung jawab kalau sampai terjadi terjadi apa-apa pada Rektor.

Umroh bersama istri menunjukkan kedekatan saya dengan pak Machfoedz. Kebetulan Konjen di Jedah pada waktu itu, Drs. Wahied adalah mantan mahasiswa saya di Fisipol. Berkat surat undangan dan rekomendasi beliaulah kami bisa dapat visa umroh walaupun sebenarnya pada masa itu ada larangan berumroh berhubung waktunya terlalu dekat dengan musim haji. Setelah Umroh kami singgah di Cairo untuk meninjau beberapa bangunan masjid yang bisa dijadikan bandingan dengan masjid UGM yang sedang dibangun. Tentu kami juga mengunjungi tempat wisata di komplek piramid. Di sinilah tanggungjawab Prof Dr Mas’ud Machfoedz terlihat. Saya termasuk yang memiliki hobi mengetahui sejarah peradaban. Oleh karena itu keingintahuan saya atas isi piramid sangat besar. Untuk bisa masuk ke bagian dalam yang terletak di bawah dasar piramid harus melewati lorong ke kedalaman sekitar 20 meter dengan jalan membongkok karena lorong itu sangat rendah terutama untuk orang tinggi. Di ruangan bawah adalah tempat mummi yang pada saat itu mumminya sudah dipindahkan ke musium. Sekembalinya ke ruang terbuka, di atas pak Machfoedz mengeluh pada istrinya dan pada istri saya yang tidak ikut masuk: “Inilah susahnya kalau punya Rektor yang punya hobi pada bangunan antik.”

Tak akan ada habisnya bila harus diceritakan semua kebersamaan saya dengan pak Machfoedz, namun satu hal yang tidak bisa saya lupakan yaitu tentang kelihaiannya dalam mengumpulkan dan sekaligus memenej dana pembangunan Masjid Kampus. Sebagai bendahara pembangunan Masjid Kampus, pak Machfoedz dapat memisahkan dengan baik dana pembangunan masjid dengan keuangan universitas sehingga tidak tercampur satu sama lain.

Selamat jalan pak Machfoedz, semoga chusnul chotimah di sisi-Nya. Biarkan kami semua mewarisi semua kenangan manis dan indah yang ditinggalkan.

Yogyakarta, 13 April 2010

Ichlasul Amal
(Rektor UGM 1998-2002)

1 komentar:

  1. saya termasuk orang yang merasakan kebaikan pak Ud, demikian kami panggil beliau. semog akebaikan bapak, khususnya kepada saya dibalas oleh ALlah dengan Ridgo-Nya. AMin.

    BalasHapus